Langsung ke konten utama

Kas Masjid Mandek, Umat Menanti Ekosistem Ekonomi dari Masjid



Ekosistem Masjid dan Uang Mengendap: Saatnya Bergerak Lebih dari Sekadar Renovasi Mimbar

📍 Opini Sosial-Keagamaan oleh: Dimas Fajri Adha
🔖 Untuk publikasi LinkedIn, Juli 2025

Masjid dalam banyak narasi di khutbah sering disebut sebagai “pusat peradaban”. Namun ketika kita menengok realita lapangan, banyak masjid hari ini hanya menjadi pusat renovasi, bukan pusat solusi. Kas masjid di perumahan elite bisa mandek di angka 30 juta rupiah selama bertahun-tahun. Bukan karena tidak ada jamaah, tapi karena tidak ada visi.

Sementara, dua kilometer dari sana, di kampung sebelah, ada anak-anak putus sekolah bukan karena SPP mahal, tapi karena orang tua mereka bahkan tidak sempat berpikir sejauh itu. Mereka sibuk berpikir besok makan apa. Padahal, SD negeri masih gratis. Namun kemiskinan struktural bukan cuma soal uang—tapi soal tidak adanya ekosistem berpikir jangka panjang di sekitarnya.

Dari Dana Dorman hingga Dana Donatur yang Mandek

Beberapa waktu lalu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap bahwa mereka berhasil menghimpun Rp500 miliar dari rekening-rekening dorman yang tidak aktif, dan sebagian besar adalah uang receh. Ini menjadi pengingat keras bahwa dana kecil yang tidak terurus dengan baik bisa jadi sumber daya besar bila dikelola serius.

Ironisnya, banyak masjid memiliki saldo mengendap tanpa arah program sosial yang jelas. Bukan karena tidak ada pengurus, tapi karena terlalu banyak rapat dan terlalu sedikit peta jalan. Kadang, proposal beasiswa dari warga di-read-tanpa-tanggapan seperti chat mantan yang terlalu panjang.


---

“Masjid adalah Milik Umat” tapi yang Memutus Tetap Bapak-Bapak Alumni Rapat BUMN

Fenomena yang sering terjadi adalah munculnya figur-figur pensiunan yang baru rajin ke masjid setelah lepas jabatan. Tidak masalah dengan semangat hijrah, yang jadi masalah adalah ketika kebiasaan lama dibawa ke rumah ibadah: ingin dihormati dulu baru mau mendengar.

Sikap “saya dulu ini” dan “zaman saya begitu” kadang jadi penghambat transformasi. Masjid bukan lagi tempat transendensi, tapi jadi forum evaluasi masa lalu, bukan wahana menyiapkan masa depan. Pos-pos jabatan di DKM berubah jadi ajang nostalgia kekuasaan.


---

Solusinya? Jangan Hanya Mengandalkan Jamaah yang Ikhlas

Sudah saatnya masjid dikelola dengan pendekatan ekosistem:

✅ Keterlibatan Pengusaha: Mereka yang seperti Hanif—figur muda, kredibel, punya rekam jejak profesional, dan paham problem sosial. Masjid bukan cuma butuh penghafal ayat, tapi juga ahli manajemen dan investasi sosial.

✅ Dukungan Pemerintah Lokal & Ormas Skala Kelurahan hingga Provinsi: Pemerintah jangan hanya turun tangan saat ada konflik sengketa lahan wakaf. Perlu intervensi kebijakan strategis agar masjid masuk dalam skema pengentasan buta huruf digital, ekonomi mikro, hingga advokasi sosial.

✅ Pelibatan Profesional dan Generasi Muda: Struktur DKM yang memberi ruang bagi tim desain, content creator, fundraiser, hingga tenaga hukum syariah lokal. Jangan sampai masjid cuma diramaikan saat pengajian ustaz viral, tapi sepi saat ada pelatihan literasi zakat produktif.


---

Penutup: Uang Itu Bisa Membawa Pahala, Tapi Bisa Juga Menjadi Beban di Yaumul Hisab

Bukan soal nominal di buku kas masjid, tapi tentang kemanfaatan. Jangan biarkan infak jamaah hanya parkir seperti mobil mogok di garasi. Setiap rupiah harusnya bisa membantu anak-anak sekolah, warga yang butuh pengobatan, atau janda tua yang masih jualan gorengan demi bayar listrik.

Masjid bukan tempat untuk mengendapkan uang dan ide. Tapi pusat pemberdayaan dan penyebar cahaya amal. Jika tidak mampu menjadi solusi, maka setidaknya jangan menjadi tempat yang stagnan.

🔖 Mari ubah mindset: dari masjid sebagai tempat ibadah individual, menjadi simpul ekosistem sosial yang menyelamatkan peradaban.


🖋️ Referensi:

PPATK. (2024). Laporan Akhir Tahun: Analisis Dana Dorman dan Potensi Redistribusi Dana Mikro.

Komnas Pendidikan. (2023). Tantangan Putus Sekolah di Daerah Peri-Urban: Bukan Soal Biaya, Tapi Soal Arah.

Yusuf al-Qaradawi. (2000). Fiqh al-Zakah – dalam bab pengelolaan zakat sebagai instrumen pemberdayaan umat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Forum DAWAI Gelar Halalbihalal: Satukan Semangat Dakwah Wasathiyah di Bekasi Timur

Bekasi, 4 Mei 2025 — Forum Dai Wasathiyah Indonesia (DAWAI) menyelenggarakan kegiatan halalbihalal berlokasi di area Kelurahan Aren Jaya, Kecamatan Bekasi Timur. Acara ini menjadi momen penting untuk mempererat ukhuwah dan merawat semangat dakwah di tengah dinamika zaman yang terus berubah. Acara ini turut mengundang sejumlah tokoh penting sebagai bentuk dukungan dan pembinaan terhadap gerakan dakwah para dai muda. Hadir dalam kesempatan tersebut KH. Drs. Nur Rasyid, M.Pd.I., M.Si. selaku perwakilan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kecamatan Bekasi Timur, para alumni senior Program Kaderisasi Ulama (PKU) MUI Kota Bekasi dari angkatan I hingga III, serta para dosen pembina PKU, seperti KH. Jamalullail, Lc. dan Dr. Sa’dullah, M.Si.. Kehadiran mereka memberikan warna tersendiri bagi Forum DAWAI—yang dibentuk oleh alumni PKU angkatan IV—dalam upaya memberikan arahan, masukan, dan semangat kepada para dai muda agar mampu menjadi pelanjut estafet dakwah di Kota Bekasi secara cerdas, konsisten, ...

Life's Too Short to Worry So Much

Life’s Too Short to Worry So Much: Inspirasi untuk Jiwa yang Terlalu Sibuk Cemas Oleh : Dimas Fajri Adha, SE. Kita hidup di zaman yang menuntut banyak hal: performa tinggi, stabilitas finansial, relasi yang ideal. Akibatnya, banyak dari kita terjebak dalam overthinking. Kita takut gagal, takut miskin, takut ditinggal, takut tidak mencapai ekspektasi dunia. Tapi, pertanyaannya: apakah hidup ini memang untuk dicemaskan? Ataukah untuk dijalani dengan tenang dan iman yang matang? Hidup ini terlalu singkat untuk kita habiskan dalam bayang-bayang kecemasan. Dunia ini bukan untuk dimiliki, tapi untuk dilalui—dengan sabar dan syukur. 1. Perspektif Ilmiah: Kecemasan dan Kerusakan Sistemik Studi dari Harvard Medical School menunjukkan bahwa stres kronis dapat merusak sistem imun, mempercepat penuaan sel, dan menjadi penyebab utama penyakit jantung, tekanan darah tinggi, bahkan depresi. Dalam bahasa ringkas: terlalu banyak cemas membuat kita “mati lebih cepat” secara fisik dan psikis....

Ashabul Kahfi: Konteks Awal Kisah Tujuh Pemuda

Ashabul Kahfi: Konteks Awal Kisah Tujuh Pemuda 15 Apr 2023, 13:03 WIB Ketujuh pemuda dalam kisah Ashabul Kahfi hidup pada masa Kaisar Decius. Alquran mengandung kisah-kisah yang berhikmah besar. Di antaranya mengenai Para Penghuni Gua (Ashabul Kahfi), yang dinarasikan dalam Surah al-Kahf ayat 9–26. Walaupun firman Allah SWT itu tidak mencantumkan siapa nama mereka, di mana lokasi dan kapan peristiwa yang dimaksud, kisah tersebut benar-benar pernah terjadi. Kalangan sejarawan yang mengkajinya sering merujuk pada konteks sejarah penduduk Upsus (Ephesus). Ephesus merupakan nama kota kuno di pesisir Turki Barat—sekitar tiga kilometer Distrik Selçuk, Provinsi Izmir, Turki. Daerah yang diduga menjadi tempat tinggal Ashab al-Kahfi tidak hanya itu. Selain di sekitar Selçuk, ada pula Gua Eshab-ı Kehf, yang kini sebuah destinasi wisata di wilayah utara Kota Tarsus, Provinsi Mersin. Kemudian, Gua Eshab-ı Kehf Kulliye (Kompleks Utsmaniyyah-Islam) di Distrik Afsin, Provinsi Kahramanmaras. Pemerinta...