Life’s Too Short to Worry So Much: Inspirasi untuk Jiwa yang Terlalu Sibuk Cemas
Oleh : Dimas Fajri Adha, SE.
Kita hidup di zaman yang menuntut banyak hal: performa tinggi, stabilitas finansial, relasi yang ideal. Akibatnya, banyak dari kita terjebak dalam overthinking. Kita takut gagal, takut miskin, takut ditinggal, takut tidak mencapai ekspektasi dunia.
Tapi, pertanyaannya: apakah hidup ini memang untuk dicemaskan? Ataukah untuk dijalani dengan tenang dan iman yang matang?
Hidup ini terlalu singkat untuk kita habiskan dalam bayang-bayang kecemasan. Dunia ini bukan untuk dimiliki, tapi untuk dilalui—dengan sabar dan syukur.
1. Perspektif Ilmiah: Kecemasan dan Kerusakan Sistemik
Studi dari Harvard Medical School menunjukkan bahwa stres kronis dapat merusak sistem imun, mempercepat penuaan sel, dan menjadi penyebab utama penyakit jantung, tekanan darah tinggi, bahkan depresi. Dalam bahasa ringkas: terlalu banyak cemas membuat kita “mati lebih cepat” secara fisik dan psikis.
Namun bukan hanya tubuh yang terdampak. Kecemasan juga mencuri momen bahagia, merampas waktu bersama keluarga, dan mengikis kualitas ibadah kita.
2. Dalil dan Ajaran Rasulullah SAW
Allah SWT dalam Al-Qur’an mengingatkan:
> "Janganlah kamu bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita."
(QS. At-Taubah: 40)
Kalimat ini diucapkan Rasulullah SAW kepada Abu Bakar ketika berada dalam situasi penuh tekanan—bersembunyi dari kejaran musuh dalam Gua Tsur. Tapi dalam kondisi seperti itu, beliau tetap tenang, karena yakin bahwa Allah tidak pernah jauh dari hamba-Nya yang bertawakal.
Dalam ayat lain:
> "Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan."
(QS. Al-Insyirah: 6)
Ini bukan sekadar penghiburan. Ini jaminan. Bahwa ujian selalu satu paket dengan jalan keluarnya.
3. Kisah Teladan: Ummu Sulaim dan Ketabahan Sejati
Ummu Sulaim, ibu dari sahabat Anas bin Malik, pernah kehilangan anak yang dicintainya. Saat sang suami, Abu Talhah, pulang dari perjalanan, ia tak langsung memberitakan kematian sang anak. Ia sambut dengan ketenangan, bahkan menjaga suasana hati sang suami. Baru kemudian ia berkata, “Jika ada yang menitipkan sesuatu kepada kita, lalu mengambilnya kembali, bolehkah kita marah?” Abu Talhah menjawab, “Tidak.”
Lalu Ummu Sulaim berkata, “Maka bersabarlah, karena Allah telah mengambil titipan-Nya.”
Sikap luar biasa ini menggambarkan bahwa di tengah kehilangan yang nyata dan menyakitkan, seseorang masih bisa memilih untuk tenang. Maka pertanyaannya: mengapa kita justru panik menghadapi hal-hal yang belum tentu terjadi?
4. Penutup: Menemukan Tenang dalam Tawakal
Rasulullah SAW bersabda:
> “Ketahuilah, seandainya seluruh umat berkumpul untuk memberikan suatu manfaat kepadamu, mereka tidak akan bisa memberikannya kecuali atas izin Allah."
(HR. Tirmidzi)
Tenang bukan berarti menyerah. Tapi memilih yakin. Yakin bahwa rezeki, jodoh, bahkan kesulitan sudah ditakar sesuai kemampuan kita. Life’s too short to worry so much. Maka jangan sampai dunia mencuri ketenangan kita.
Berikhtiarlah. Tapi jangan lupa bersyukur dan bertawakal.
Karena dunia yang fana ini memang bukan untuk dipegang erat, tapi untuk dilepas dengan ringan dan iman.
DAWAI (Dai Wasathiyah Indonesia)
Menebar hikmah, mengajak seimbang.
#DakwahKeseimbangan #DAWAI #SpiritualLeadership #LinkedInDakwah #TadabburKehidupan
Komentar
Posting Komentar