Dalam perjalanan hidup, manusia sering berhenti di persimpangan keraguan. Bukan karena jalannya terlalu jauh, tetapi karena hati diliputi الريبة (ar-riybah — keraguan yang disertai kecurigaan dan kegelisahan). Dalam kondisi seperti ini, Islam memberikan kerangka adab, bukan hanya teori.
Fondasi Qur’ani dalam Mengambil Keputusan
Allah menyinggung ar-riybah dalam banyak konteks. Di awal surah al-Baqarah:
> ذَٰلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ ۛ هُدًى لِّلْمُتَّقِينَ
“Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi orang-orang bertakwa.”
(QS. al-Baqarah: 2)
Ayat ini bukan sekadar deklarasi kemuliaan Qur’an. Ia adalah penegasan bahwa manusia membutuhkan landasan tanpa ragu untuk menentukan arah.
Lebih lanjut, Nabi Syu‘aib ‘alaihissalam berkata:
> وَمَا تُوْفِيقِيْٓ إِلَّا بِاللَّهِ ۚ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيْبُ
“Dan tidak ada taufik bagiku kecuali dengan pertolongan Allah. Hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya aku kembali.”
(QS. Hud: 88)
Ayat ini menjadi rukun mental keputusan:
taufiq (ketepatan mengarahkan langkah),
tawakkal (bersandar hati),
inabah (kembali pasrah).
Hadits sebagai Kompas Moral
Rasulullah ﷺ bersabda:
> دَعْ مَا يَرِيبُكَ إِلَى مَا لَا يَرِيبُكَ
“Tinggalkan yang meragukanmu menuju yang tidak meragukanmu.”
(HR. an-Nasa’i)
Hadits ini menjadi kaidah besar dalam fiqh:
> الأصل في الدِّينِ اليقين — asas agama adalah keyakinan.
Jika hati gelisah, maka tinggalkan.
Jika hati tenang, maka ambil.
Dimensi Fiqh: Alarm Syubhat (abu-abu)
Dalam struktur hukum Islam, ar-riybah sering hadir sebagai tanda wilayah syubhat — area yang belum jelas halal–haramnya. Bila seorang mukmin terjebak di dalamnya, sikap yang benar adalah wara’ (menjaga diri).
Contoh kontemporer:
transaksi keuangan yang samar unsur ribanya,
pekerjaan abu-abu dari sisi moral,
informasi agama tanpa sanad keilmuan jelas.
Maka ar-riybah berperan sebagai sensor hukum.
Dimensi Tasawuf: Kabut Hati
Imam al-Ghazali menyebut ar-riybah sebagai bagian dari خطرات — lintasan hati yang menodai ketenangan. Lawannya adalah طمأنينة (thuma’ninah — ketentraman).
Ciri hati berdebu:
susah memutuskan,
sering gelisah tanpa alasan,
terikat validasi manusia.
Obatnya:
istighfar (pembersihan jiwa),
dzikir (penyucian memori spiritual),
musyawarah dengan yang berilmu.
Dimensi Psikologi Hati: Paralysis by Analysis
Dalam ilmu jiwa klasik, ar-riybah mendekati was-was, yang menyebabkan:
overthinking,
takut salah,
ruminasi (putaran pikiran tak produktif).
Akibatnya, seseorang:
menunda kebaikan,
tidak memulai,
menggantung hidup di persimpangan.
Rasulullah ﷺ menyederhanakan ukuran moral:
> الإثم ما حاك في صدرك
“Dosa adalah sesuatu yang menggelisahkan di dadamu.”
(HR. Muslim)
indikatornya: kalau bikin dada ngeganjel, kemungkinan besar ada masalah.
Tiga Langkah Keluar dari Keraguan
1. Kembalikan ke ilmu
Cahaya syariat menghapus kabut syubhat.
2. Musyawarah
Orang yang bermusyawarah tidak menyesal.
3. Tawakkal
Setelah ikhtiar, pasrahkan hasil.
Syariat tidak menyuruh manusia berdiri di persimpangan selamanya.
Kesimpulan
Ar-riybah adalah:
ragu yang mengganggu,
curiga yang meresahkan,
gelisah yang mengaburkan arah.
Ia:
menghalangi produktivitas,
melemahkan iman,
membuka pintu waswas.
Gerakannya:
> Dari abu-abu → menuju jelas.
Dari gelisah → menuju tenang.
Dari prasangka → menuju yakin.
Pada akhirnya, ketenangan bukan ditemukan di persimpangan, tetapi di langkah awal menuju Allah.
Referensi :
- Ibnu Katsir, Abu al-Fida’. Tafsir al-Qur’an al-‘Azim. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.
- Ath-Thabari, Abu Ja‘far. Jami‘ al-Bayan. Beirut: Mu’assasah ar-Risalah.
- Al-Qurtubi, Abu ‘Abdullah. Al-Jami‘ li Ahkam al-Qur’an.
- As-Suyuthi, Jalaluddin. Al-Asybah wa an-Nadhā’ir.
- Al-Ghazali, Abu Hamid. Ihya’ ‘Ulum ad-Din.
- Ibn al-Qayyim. Ighatsat al-Lahfān.
- Al-Mawardi. Adab ad-Dunya wa ad-Din.

Komentar
Posting Komentar