An’am/6:151]
Dan makna yang kedua dari an-nafs adalah ruh yang dengannya jasad bisa hidup, sebagaimana dalam firman Allรขh Subhanahu wa Ta’ala :
ุฅَِّู ุงَّْูููุณَ َูุฃَู
َّุงุฑَุฉٌ ุจِุงูุณُّูุกِ ุฅَِّูุง ู
َุง ุฑَุญِู
َ ุฑَุจِّู ۚ ุฅَِّู ุฑَุจِّู ุบَُููุฑٌ ุฑَุญِูู
ٌ
Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada keburukan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Rabb ku. Sesungguhnya Rabb ku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [Yรปsuf/12:53]
Makna kedua inilah yang dimaksud dalam surat al-Fajr yang sedang kita bahas ini.
ARTI AN-NAFSU AL-MUTHMAINNAH
Para Ulama berselisih pendapat tentang arti dari an-nafsu al-muthmainnah pada ayat ini dan juga berselisih kapankah perkataan ini diucapkan kepada jiwa tersebut.
Di antara arti yang disebutkan oleh para Ulama adalah sebagai berikut:
Dia adalah al-mushaddiqah (jiwa yang membenarkan atau mengimani) apa yang Allรขh Azza wa Jalla firman. Ini adalah pendapat Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma dan pendapat al-Hasan rahimahullah mirip dengan ini yaitu: jiwa yang membenarkan apa yang Allรขh Subhanahu wa Ta’ala katakan dan mengimaninya.
Dia adalah jiwa yang tenang dengan apa yang dijanjikan oleh Allรขh Subhanahu wa Ta’ala . Ini adalah pendapat Qatรขdah rahimahullah.
Dia adalah jiwa yang yakin bahwa Allรขh Subhanahu wa Ta’ala adalah Rabb-nya, yang tunduk terhadap perintah Allรขh Subhanahu wa Ta’ala dan taat kepada-Nya. Ini adalah pendapat Mujรขhid rahimahullah.
Dia adalah jiwa yang ridha dengan takdir Allรขh Subhanahu wa Ta’ala . Ini adalah pendapat ‘Athiyyah.
Allรขhu a’lam tidak ada pertentangan dari keempat pendapat yang disebutkan di atas, sehingga kita bisa memahami bahwa yang dimaksud dengan an-nafsu al-muthmainnah (jiwa yang tenang) adalah jiwa yang beriman kepada Allรขh Subhanahu wa Ta’ala , jiwa yang selalu membenarkan apa yang Allรขh Subhanahu wa Ta’ala katakan dan jiwa yang taat kepada perintah-perintah Allรขh Subhanahu wa Ta’ala , karena konsekuensi dari keimanan adalah membenarkan seluruh yang Allรขh katakan dan taat kepada seluruh perintah Allรขh Subhanahu wa Ta’ala .
Referensi : https://almanhaj.or.id/9458-kembalilah-wahai-jiwa-yang-tenang.html
Komentar
Posting Komentar